Lambatnya perkembangan dan pertumbuhan perekonomian, diantaranya dikarenakan tidak meratanya pembangunan, khususnya pembangunan infrastruktur yang, tidak dibarengi dengan sosialisasi regulasi serta penerapan nya, sehingga sering terjadi arogansi aparat maupun pengelola yang tidak mengakomodasi keberadaan masyarakat sekitar, bahkan sering ditudingkan mengambil hak mereka. namun ironisnya semakin membuat jarak antara masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan masyarakat yang berpenghasilan menengah dan atas.
Pengelolaan persampahan umumnya tidak dilakukan secara konsisten dan konsekuen sesuai dengan konsep awal, sehingga dalam perjalanan nya sering melanggar dan berbenturan dengan berbagai pelanggan antara lain aspek sosial budaya, hukum , lingkungan, hak asasi, dan lain sebagainya. Pengaturan dan pengelolaan sampah saat ini pada dasarnya hanya terpaku kepada teknis saja, padahal yang terpenting adalah bagaimana caranya pihak pengelola dapat mengedepankan kepentingan masyarakat melalui sosialisasi yang transparan dalam penanganan sampah.
Saat ini cara paling banyak yang digunakan pemerintah Kabupaten / Kota dalam pengelolaan sampah adalah dengan penimbunan sampah yang dipusatkan ditempat tertentu dengan cara pengurugan dan penimbunan (landfill) yang dianggap murah dan mudah, atau bahkan terkadang kenyataan nya sering dilakukan dengan cara penumpukan bebas (open dumping) karena tanah timbunan dan lahan yang tidak lagi mencukupi. Dengan tidak terencana pembuangan sampah yang baik dan penimbunan nya dilakukan sembarangan, kurang professional tidak sesuai konsep sanitary landfill yang seharusnya sebagaimana persyaratan mutlak sebuah TPA, maka tidak jarang dijumpai sampah di TPA menjadi menggunung.
Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, serta keterbatasan lahan yang tersedia, menyebabkan timbulnya permasalahan sampah tidak dapat teratasi dengan baik, ketidak pedulian masyarakat akan masalah sampah membuat sampah terus menumpuk diberbagai sudut kota tanpa adanya sentuhan penanganan yang benar.
Tidak jarang pengelolaannya hanya mengandalkan seorang atau beberapa orang operator saja yang mengaturnya, atau hanya mengandalkan sopir-sopir pengangkut sampah, akibatnya sebuah lokasi yang dijadikan landfill hanya dilakukan dengan cara open dumping saja, ini diakibatkan kurang / lemahnya kontrol pengelola di TPA dan tidak jarang TPA dijadikan tempat pembuangan limbah B-3 yang dikategorikan infectious (menular).
Bagaimanapun pemerintah harus dapat memformulasikan infrastruktur yang diperlukan dengan memperhatikan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan, termasuk didalamnya issu-issu penting dalam strategi pembangunan yang berkelanjutan diantaranya :
⦁ Bagimana kebutuhan dasar manusia terpenuhi
⦁ Bagaimana dapat menggerakan sumber daya manusia dalam pembangunan
⦁ Bagaimana memenuhi infrastruktur perkotaan yang cukup mendasar
⦁ Bagaimana membangun nilai tambah sector ekonomi yang tinggi
⦁ Bagaimana meningkatkan kesempatan kerja formal yang lebih baik
⦁ Bagaimana mengurangi polusi air, tanah dan udara
⦁ Bagaimana mengelola sampah yang layak dan baik
⦁ Bagaimana memperbaiki pengelolaan lingkungan
Hal penting yang biasa terdapat di negara-negara berkembang umumnya termasuk di Indonesia, pengelolaan sampah perlu mempertimbangkan beberapa hal diantaranya :
⦁ Persentase material organic secara umum tinggi (50 -70 %)
⦁ Umumnya ibu rumah tangga yang bertanggung jawab membuang sampah
⦁ Pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan sampah tidak cukup effisien, karena hanya dikelola oleh seorang atau satu badan saja
⦁ Tingkat sosial secara umum masih rendah, sehingga pelayanan umum masih perlu ditingkatkan.
⦁ Tidak dipenuhinya pengelolaan sampah yang baik sering menyebabkan persediaan air bersih tercemar, sehingga mengakibatkan penyebaran penyakit dan penurunan kesehatan tidak dapat dihindarkan.
⦁ Pemanfaatan sampah sering ditangani sendiri oleh sektor informal (pemulung), oleh karenanya pemerintah agar berupaya untuk meningkatkan cara pengumpulan yang kompetitif
Solusi Penanganan Sampah
Dari permasalahan yang timbul kita dapat me-minimalisir jumlah timbulan sampah yang ada dengan berbagai cara dan upaya, dimulai dari rumah tangga dengan memilah-milah jenis sampah organic (mudah membusuk) dan sampah anorganik (sukar membusuk).
Salah satu metoda alternatif penanganan pengelolaan sampah dengan skala kecil dapat diterapkan di tingkat RT/ RW, Kelurahan dan Kecamatan dengan pola pembakaran berteknologi (Incinerator Mini). Pada prinsipnya sampah dapat dikelola dengan pembakaran yang ramah lingkungan, meskipun terkadang kita belum bisa menerima teknologi ini, karena masih menganggap biaya mahal dan anggapan sementara masih mempunyai dampak lingkungan. Penulis mengajak marilah kita mencoba untuk “ Berfikir Global – namum Bertindak Lokal “ artinya kita dapat melihat majunya teknologi tetapi kita dapat melakukan yang ada dihadapkan kita ada, salah satu pilihannya yaitu dengan teknologi pembakar sampah “ pilot project ” skala kecil atau sedang yang telah diproduksi di Indonesia.
Teknologi incinerator ini adalah salah satu alat pemusnah sampah yang dilakukan pembakaran pada suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi lingkungan sehingga pengoperasian nya pun mudah dan aman, karena keluaran emisi yang dihasilkan berwawasan lingkungan dan dapat memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan Kep.Men LH No.13/ MENLH/3/1995.
Keuntungan dari incinerator mini ini adalah :
a) tidak diperlukan lahan besar,
b) mudah dalam pengoperasian,
c) hemat energi (minyak tanah),
d) temperatur tidak terlalu tinggi ( 800/ 1.1000 C ),
e) tidak terdapat asap sisa pembakaran yang akan mencemari lingkungan,
f) tidak bising dan kemasan kompak per unit,
g)tidak menimbulkan panas pada tabung pembakar,
h) serta sisa abu dapat dimanfaatkan menjadi produksi batu bata/ bataco.
Sistem pengelolaan sampah yang terdapat di beberapa Kabupaten/ Kota dapat menerapkan dan menggunakan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang dengan pola pengelolaan pembakaran (Incinerator mini) yang penempatannya tidak memerlukan lahan yang luas di perkotaan, penempatan incinerator ini dapat dilakukan di ruang/ lahan yang relatif tidak luas (cukup 6 x 10) seperti di TPS – TPS, lingkungan RW, Kelurahan dan Kecamatan atau disesuaikan dengan kebutuhan sampah yang akan dibakar.
Spesifikasi :
Spesifikasi dari Incinerator dengan kapasitas kecil, sedang dan besar dapat dibuat tergantung dari kebutuhan di Indonesia, dan timbulan sampah yang dihasilkan selanjutnya dapat diproses/ dibakar pada tungku bakar sesuai kapasitasnya.
Kapasitas Incinerator :
Sebagai contoh untuk dapat melaksanakan pembakaran sampah per hari mencapai 32 ton (eqivalen 9 truk @ 3 – 4 ton), maka volume nya sekitar 130 m3 dengan asumsi proses pembakaran dapat dilakuka 6 – 8 kali/ hari
Residu Abu, Panas dan Energi Listrik :
Abu pembakaran yang terjadi dalam tungku pembakar utama akan terkumpul dalam ruang pengumpul abu, dimana abu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pencampur pembuatan “ bataco “ sedangkan panas yang dihasilkan pembakaran dari ruang bakar dua dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air mandi yang dialirkan ke rumah tangga, dengan tambahan unit coverter energi pembangkit yang akan menghasilkan listrik.
Proses Incinerator :
Incinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relatif singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistim pembakaran bertingkat (double chamber), sehingga Emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Pemilihan incinerator yang akan digunakan disesuaikan dengan keadaan lingkungan, jenis dan komposisi sampah, serta volume sampah, sehingga dapat dilakukan secara lebih efisien baik prosesnya maupun transportasi dan tenaga operasionalnya, serta pula penggunaan lahan lebih efisien. Meminimalkan sampah yang berukuran besar dan berat untuk dapat dipilah masuk ke dalam tempat tersendiri.
Untuk menjaga kesempurnaan pembakaran di incinerator dan mencegah kerusakan pada dinding pembakar, maka Gelas dan Logam tidak ikut dibakar. Volume sampah yang berlebihan diatas mungkin tercecer (tumpah keluar) sehingga menurunkan efesiensi pemilihan. Oleh karenanya pada lokasi pembakaran perlu disediakan tempat, dan bila diperlukan diadakan pengaturan pemulung yang akan menangani pemilahan sampah dengan baik, “ Sangat memungkinkan terjadi perebutan lahan kerja dari pemulung dan akan menjadikan friksi-friksi sosial ”.
Ruang Bakar Utama :
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “defisiensi udara“ dimana udara yang dimasukan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluara dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi. Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu pembakaran.
Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 8000 – 1.0000 C dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari sebuah Blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium dan Motor Listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil.
Ruang Bakar Tingkat Kedua :
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas gas karbonisasi yang dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis.
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai maka Ruang Bakar Dua bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.1000 C dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan lift conveyor.
Panel Kontrol Digital :
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “ automatic “ dengan sitem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan terdapatnya lampu isarat yang memadai dan memudahkan operasi.
Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong,. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon.
Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon kembali.
Burner dan Blower :
Incinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara otomatis. Burner yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat, serta dilengkapi dengan blower untuk mempercepat proses pembakaran hingga mampu menghasilkan panas yang tinggi.
Oleh : Ir. Moch. Yasin Kurdi
Sumber: http://docs.google.com/www.diskimrum.jabarprov.go.id/